Guru dan Pengembangan Kurikulum


KATA PENGANTAR
 


Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT, dan senantiasa mengharapkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya. Tak lupa Shalawat dan salam bagi junjungan Nabi Besar kita yaitu Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah penulis masih diberi kesehatan dan umur sampai saat ini sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Guru dan Pengembangan Kurikulum”

Dalam penyusunan makalah ini penulis sadar bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan mungkin jauh dari sempurna seperti dalam pepatah “ Tak Ada Gading Yang Tak Retak” begitupun dengan makalah ini oleh karena itu kritik dan saran dari para pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan masa yang akan datang.

Demikianlah, makalah ini disusun sebagai pegangan kita bersama. Semoga Makalah ini bermanfaat  bagi kita semua.


Banda Aceh, 16 Desember 2010


Kelompok II


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................             i
DAFTAR ISI.........................................................................................             ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................             1
A.    LATAR BELAKANG .............................................................             1
B.     RUMUSAN MASALAH .........................................................             1
BAB II PEMBAHASAN .....................................................................             2
A.    GURU SEBAGAI PENDIDIK PROFESIONAL..................             2    
B.     GURU SEBAGAI PEMBIMBING BELAJAR.....................             6
C.    PERAN GURU.........................................................................             8
D.    PENDIDIKAN GURU.............................................................             11
BAB III PENUTUP..............................................................................             13
A.    KESIMPULAN ........................................................................             13

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................            




BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Kurikulum sangat penting bagi masyarakat karena masyarakat harus menyerap lulusan sekolah sebagai hasil kurikulum yang telah mereka jalani dan mutu masyarakat banyak bergantung pada mutu kurikulum.Orang tua semua terlibatd alam baik buruknya kurikulum sekolah, karena nasib anak mereka, masa depannya, perkembangannya sebagai manusia banyak yang ditentukan oleh kurikulum pemerintah tentu sangat berkepentingan tentang mutu kurikulum, karena kurikulumlah alat yang paling ampuh untuk membina bangsa dan negara untuk mempertahankan eksistensinya dalam persaingan bangsa di dunia.
Kurikulum tak kurang pentinya dengan anak didik sendiri, karena menyakut nasib dirinya, masa depan, cita-citanya menjadi manusia.Dalam makalah ini akan dibahas tentang cara menggunakan kurikulum serta peranan guru yang mempunyai peran sangat besar dalam penegmabngan kurikulum.

B.     RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini kami sedikit dapat membahas tentang guru dan kurikulum dan juga mengulas sedikit dari berbagai masalah lainnya yaitu :
1.      Guru sebagai pendidik profesional
2.      Guru sebagai pembimbing belajar
3.      Peran guru
4.      Pendidikan guru


BAB II
PEMBAHASAN

E.     GURU SEBAGAI PENDIDIK PROFESIONAL
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan baru-baru ini, berdasarkan tes yang telah dilakukan oleh Trends In International Mathematics and Sciences Study (TIMSS) tahun 2003, menunjukkan bahwa para siswa SLTP kelas dua kita, menempati posisi ke 34, jauh dibawah Singapura dan Malaysia yang masing-masing menempati urutan pertama dan ke sepuluh, pada penilaian kemampuan anak didik di bidang matematika. Hal yang tidak jauh berbeda, terjadi pula pada nilai penguasaan atas ilmu pengetahuan.
Tes yang diselenggarakan dibawah payung organisasi Association for Evaluation of Educational Achievment International (AAEI) ini, kembali menempatkan para siswa Indonesia pada urutan ke 36, dibawah Mesir dan Palestina yang berada satu peringkat diatasnya. Sedangkan Negara tetangga kita, Singapura dan Malaysia, masih menempati nomor pertama dan ke dua puluh dari 50 negara yang ditelaah. Realitas yang memukul dunia pendidikan kita ini, menjadi semakin lengkap, apabila kita kaitkan juga dengan laporan dari UNDP yang baru-baru ini dipublikasikan, dimana berdasarkan laporan,
Human Development Report 2004”, tersebut dinyatakan bahwa angka buta huruf dewasa (adult illiteracy rate) di Indonesia mencapai 12,1%. Ini berarti, dari setiap 100 orang Indonesia dewasa yang berusia 15 tahun ke atas, ada 12 orang yang tidak bisa membaca. Angka ini relatif jauh lebih tinggi, apabila kita bandingkan dengan negera-negara lain, seperti Thailand (7,4%), Brunai Darussalam (6,1%) dan Jepang (0,0%). Pada tahun yang sama (2004), UNDP juga telah mengeluarkan laporannya tentang kondisi HDI (Human Development Indeks)** di Indonesia. Dalam laporan tersebut, HDI Indonesia berada pada urutan ke 111 dari 175 negara. Posisi ini masih jauh dari Negara-negara tetangga kita, seperti Malaysia yang menempati urutan ke-59, Thailand yang menempati urutan ke 76 dan Philipina yang menempati urutan ke-83. Untuk kawasan Asia Tenggara, Indonesia hanya menempati satu peringkat di atas Vietnam. Sebuah negara yang baru saja keluar dari konflik politik yang besar dan baru memulai untuk berbenah diri namun sudah memperlihatkan hasilnya karena membangun dengan tekad dan kesungguhan hati.
1.      Masalah kualitas guru
Kualitas guru kita, saat ini disinyalir sangat memprihatinkan. Berdasarkan
data tahun 2002/2003, dari 1,2 juta guru SD kita saat ini, hanya 8,3%nya yang
berijasah sarjana. Realitas semacam ini, pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas anak didik yang dihasilkan. Belum lagi masalah, dimana seorang guru sering mengajar lebih dari satu mata pelajaran yang tidak jarang, bukan merupakan corn/inti dari pengetahuan yang dimilikinya, telah menyebabkan proses belajar mengajar menjadi tidak maksimal.
2.      Jumlah guru yang masih kurang
Jumlah guru di Indonesia saat ini masih dirasakan kurang, apabila dikaitkan dengan jumlah anak didik yang ada. Oleh sebab itu, jumlah murid per kelas dengan jumlah guru yag tersedia saat ini, dirasakan masih kurang proporsional, sehingga tidak jarang satu raung kelas sering di isi lebih dari 30 anak didik. Sebuah angka yang jauh dari ideal untuk sebuah proses belajar dan mengajar yang di anggap efektif. Idealnya, setiap kelas diisi tidak lebih dari 15-20 anak didik untuk menjamin kualitas proses belajar mengajar yang maksimal.
3.      Masalah distribusi guru
Masalah distribusi guru yang kurang merata, merupakan masalah tersendiri dalam dunia pendidikan di Indonesia. Di daerah-daerah terpencil, masing sering kita dengar adanya kekurangan guru dalam suatu wilayah, baik karena alasan keamanan maupun faktor-faktor lain, seperti masalah fasilitas dan kesejahteraan guru yang dianggap masih jauh yang diharapkan.
4.      Masalah kesejahteraan guru
Sudah bukan menjadi rahasia umum, bahwa tingkat kesejahteraan guru-guru kita sangat memprihatinkan. Penghasilan para guru, dipandang masih jauh dari mencukupi, apalagi bagi mereka yang masih berstatus sebagai guru bantu atau guru honorer. Kondisi seperti ini, telah merangsang sebagian para guru untuk mencari penghasilan tambahan, diluar dari tugas pokok mereka sebagai pengajar, termasuk berbisnis dilingkungan sekolah dimana mereka mengajar tenaga pendidik. Peningkatan kesejahteaan guru yang wajar, dapat meningkatkan profesinalisme guru, termasuk dapat mencegah para guru melakukan praktek bisnis di sekolah.
Profesionalisme guru sebagai sebuah tuntutan
Profesionalisme menuntut keseriusan dan kompetensi yang memadai, sehingga seseorang dianggap layak untuk melaksanakan sebuah tugas. Ada beberapa langkah strategis yang harus dilakukan dalam upaya, meningkatkan profesionalisme guru, yaitu :
1. Sertifikasi sebagai sebuah sarana
Salah satu upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru adalah melalui sertifikasi sebagai sebuah proses ilmiah yang memerlukan pertanggung jawaban moral dan akademis. Dalam issu sertifikasi tercermin adanya suatu uji kelayakan dan kepatutan yang harus dijalani seseorang, terhadap kriteria-kriteria yang secara ideal telah ditetapkan.
Sertifikasi bagi para Guru dan Dosen merupakan amanah dari UU Sistem Pendidikan Nasional kita (pasal 42) yang mewajibkan setiap tenaga pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar yang dimilikinya. Singkatnya adalah, sertifikasi dibutuhkan untuk mempertegas standar kompetensi yang harus dimiliki para guru dan dosen sesui dengan bidang ke ilmuannya masing-masing.
2. Perlunya perubahan paradigma
Faktor lain yang harus dilakukan dalam mencapai profesionalisme guru adalah, perlunya perubahan paradigma dalam proses belajar menajar. Anak didik tidak lagi ditempatkan sekedar sebagai obyek pembelajaran tetapi harus berperan dan diperankan sebagai obyek. Sang guru tidak lagi sebagai instruktur yang harus memposisikan dirinya lebih tingi dari anak didik, tetapi lebih berperan sebagai fasilitator atau konsultator yang bersifat saling melengkapi. Dalam konteks ini, guru di tuntut untuk mampu melaksanakan proses pembelajaran yang efektif, kreatif dan inovatif secara dinamis dalam suasana yang demokratis.
3. Jenjang karir yang jelas
Salah satu faktor yang dapat merangsang profesionalisme guru adalah, jenjang karir yang jelas. Dengan adanya jenjang karir yang jelas akan melahirkan kompetisi yang sehat, terukur dan terbuka, sehingga memacu setiap individu untuk berkarya dan berbuat lebih baik.
4.Peningkatan kesejahteraan yang nyata
Kesejahteraan merupakan issu yang utama dalam konteks peran dan fungsi guru sebagai tenaga pendidik dan pengajar. Paradigma professional tidak akan tercapai apabila individu yang bersangkutan, tidak pernah dapat memfokuskan diri pada satu hal yang menjadi tanggungjawab dan tugas pokok dari yang bersangkutan. Oleh sebab itu, untuk mencapai profesionalisme, jaminan kesejahteraan bagi para guru merupakan suatu hal yang tidak dapat diabaikan dan dipisahkan. (Angelina Sondakh)


F.     GURU SEBAGAI PEMBIMBING BELAJAR
Apa yang disebut dengan tujuan pengajaran itu? dan mengapa tujuan tersebut penting serta harus diutamakan?
Tujuan mengajar merupakan sesuatu atau target yang ingin dicapai di dalam kegiatan pengajaran (PKBM) yaitu adanya perubahan dari perilaku siswa ke arah yang lebih positif, baik dari segi pengetahuan, sikap, maupun keterampilannya. Tujuan ini sangat penting, sebab akan menentukan arah dari proses belajar dan mengajar yang akan mewarnai dari keseluruhan komponen pengajaran.
Tujuan pengajaran ini juga merupakan penjabaran dari bebrapa tujuan, yaitu tujuan bidang studi, tujuan satuan pendidikan tau institusi, serta pendidikan nasional. Dengan demikian tujuan pengajaran ini merupakan tujuan intermidier tau tujuan antara untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dilihat dari segi operasionalnya, tujuan pengajaran atau tujuan instruksional berisi rumusan pernyataan mengenai kemampuan atau kualifikasi tingkah laku yang diharapkan dimiliki / dikuasai oleh siswa stelah mengikuti proses pengajaran. Tujuan ini dibedakan menjadi tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus. Tujuan instruksional umum dan tujuan yang ada di atasnya disusun dan dirumuskan oleh tim pengembang kurikulum pusat, sedangkan tujuan instruksional khusus perumusannya diserahkan kepada guru sebagai pelaksana proses kegiatan belajar mengajar.
Ada tiga hal pokok yang harus diketahui oleh seorang guru, yaitu :
1.      Harus memahami kurikulum/ GBPP yang berlaku sebagai pedoman dalam menjabarkan tujuan.
2.      Memahami tipe-tipe hasil belajar, karena tujuan tersebut pada dasarnya merupakan hasil / terget belajar yang ingin dicapai.
3.      Memahami akan tatacara merumuskan tujuan pembelajaran sampai tujuan tersebut jelas isinya serta dapat dicapai oleh siswa di dalam setiap proses pembelajaran.

Sebagai pengajar profesional mengajar yang baik bukan sekedar persoalan teknik-teknik dan metedologi belajar siswa. Salah satu tugas guru yang harus dilaksanakan di sekolah adalah memberikan layanan kepada siswa adalah agar mereka menjadi anak didik yang selaras dengan tujuan sekolah. Guru harus memberikan ilmu yang dimilikinya kepada peserta didik dengan rasa tanggung jawab dan dedikasi yang tinggi. Terdapat beberapa hal yang dapat / perlu dilakukan guru dalam pembelajaran yakni:
  1. Membuat ilustrasi
  2. Medefinisikan
  3. Menganalisis
  4. Mensintesis
  5. Bertanya
  6. Merespon
  7. Mendengar
  8. Menciptakan kepercayaan
  9. Memberikan pandangan yang bervariasi
  10. Menyesuaikan metode pembelajaran dengan situasi dan keadaan kelas
  11. Mengevaluasi hasil belajar siswa.
  • Guru sebagai pembimbing
Tugas membimbing memiliki pengertian bahwa guru dapat mengarahkan dan mengendalikan sikap, kemampuan, potensi dan pribadi murid kearah pencapaian tujuan pendidikan yang seutuhnya. Guru harus merumuskan tujuan secara jelas menetapkan, dan tempat proses belajar mengajar, menetapkan jalan yang harus ditempuh, menggunakan petunjuk pengajaran serta menilai kelancaran proses belajar mengajar.


Dapat disimpulkan bahwa sebagai pembimbing guru memerlukakan kompentensi yang tinggi untuk melaksanakn lima tugas pokoknya sebagai pembimbing yaitu:
  1. Merencanakan tujuan dan mengidentifikasi kompetensi yang  akan dicapai
  2. Melihat keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran
  3. Memaknai kegiatan belajar
  4. Bekerjasama dengan masyarakat, lembaga dan instansi lainnya untuk keberhasilan pembelajaran dan pengembangan pendidikan kearaha yang lebih baik.
Sehingga pada akhirnya jika guru dapat mengemban tugas sebagai pengajar dan pembimbing dengan baik maka keberhasilan peningkatan mutu serta kualitas pendidikan akan dicapai
G.    PERAN GURU
Efektivitas dan efisiensi belajar individu di sekolah sangat bergantung kepada peran guru. Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian pendidikan secara luas, seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan sebagai :
  1. Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan;
  2. Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan;
  3. Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik;
  4. Transformator (penterjemah) sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik;
  5. Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan yang menciptakannya).
Sedangkan dalam pengertian pendidikan yang terbatas, Abin Syamsuddin dengan mengutip pemikiran Gage dan Berliner, mengemukakan peran guru dalam proses pembelajaran peserta didik, yang mencakup :
  1. Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems).;
  2. Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during teaching problems).
  3. Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya.
Motivasi berpangkal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Adapun menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya "feeling" dan di dahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan oleh Mc. Donald ini mengandung tiga elemen/ciri pokok dalam motivasi itu, yakni motivasi itu mengawalinya terjadinya perubahan energi, ditandai dengan adanya feeling, dan dirangsang karena adanya tujuan.
Namun pada intinya bahwa motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar.
Motivasi ada dua, yaitu motivasi Intrinsik dan motivasi ektrinsik.
1.      Motivasi Intrinsik. Jenis motivasi ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri.
2.      Motivasi Ekstrinsik. Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar.
Di pandang dari segi diri-pribadinya (self oriented), seorang guru berperan sebagai :
  1. Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat;
  2. Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya;
  3. Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap peserta didik di sekolah;
  4. model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh mpara peserta didik; dan
  5. Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya.

Dari sudut pandang secara psikologis, guru berperan sebagai :
  1. Pakar psikologi pendidikan, artinya guru merupakan seorang yang memahami psikologi pendidikan dan mampu mengamalkannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik;
  2. seniman dalam hubungan antar manusia (artist in human relations), artinya guru adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antar manusia, khususnya dengan para peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan;
  3. Pembentuk kelompok (group builder), yaitu mampu mambentuk menciptakan kelompok dan aktivitasnya sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan;
  4. Catalyc agent atau inovator, yaitu guru merupakan orang yang yang mampu menciptakan suatu pembaharuan bagi membuat suatu hal yang baik; dan
  5. Petugas kesehatan mental (mental hygiene worker), artinya guru bertanggung jawab bagi terciptanya kesehatan mental para peserta didik.

Sementara itu, Doyle sebagaimana dikutip oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukan dua peran utama guru dalam pembelajaran yaitu menciptakan keteraturan (establishing order) dan memfasilitasi proses belajar (facilitating learning). Yang dimaksud keteraturan di sini mencakup hal-hal yang terkait langsung atau tidak langsung dengan proses pembelajaran, seperti : tata letak tempat duduk, disiplin peserta didik di kelas, interaksi peserta didik dengan sesamanya, interaksi peserta didik dengan guru, jam masuk dan keluar untuk setiap sesi mata pelajaran, pengelolaan sumber belajar, pengelolaan bahan belajar, prosedur dan sistem yang mendukung proses pembelajaran, lingkungan belajar, dan lain-lain.

H.    PENDIDIKAN GURU
Pendidikan sebuah bangsa tidak terlepas dari masa lalu sebuah bangsa. Indonesia yang memiliki sejarah panjang pembentukan sebuah negara berproses dari: masa kerajaan yang terpecah-pecah, masa penjajahan Belanda,masa penjajahan Jepang, dan masa Kemerdekaan.  Masa yang dialami bangsa ini, juga dialami oleh bidang pendidikan, terutama pendidikan guru. Pendidikan Guru merupakan pendidikan yang disengaja untuk membentuk guru yang profesional dalam kerangka menbangun sumber daya manusia yang unggul dan berkarakter.
Terdapat fenomena menarik di Indonesia tentang perubahan sistem pendidikan guru. Kalau melihat perkembangan sekolah guru dari tahun 1945, yang dinukilkan dari buku Bapak H. Tilaar, 50 tahun Pengembangan Pendidikan Nasional 1945-1995, pendidikan guru cenderung mengalami generalisasi, dari pendidikan yang khusus ditujukan kepada siapa saja yang berkeinginan menjadi guru, menjadi model pendidikan yang umum.  Mahasiswa yang masuk ke Fakultas Pendidikan di IKIP dulu, tidak semua bertujuan untuk menjadi guru.
Fenomena mengeneral seperti ini bukan hanya di Indonesia, tetapi di hampir semua negara, termasuk Jepang.  Generalisasi semakin menajam tatkala IKIP berubah menjadi Universitas.  Sekalipun tetap mempertahankan Fakultas Pendidikan sebagai ciri khas IKIP, tetapi dengan perubahan status tersebut, IKIP dengan nama Universitas harus bersaing dengan Universitas lain yang juga mempunyai peluang membuka Fakultas Pendidikan.
Kembali kepada kebijakan universitas bersangkutan, apakah ingin mempertahankan dan mengunggulkan bidang pendidikan dan keguruan atau masuk menangani bidang yang lebih umum, bersaing dengan universitas lain.
Menengok sejarahnya Sekolah Pendidikan Guru (SPG), atau SGA, SGO tampaknya model cukup jitu untuk memenuhi kebutuhan guru pada masanya.  Peleburan sekolah-sekolah ini menjadi SMA biasa, dan menaikkan derajat pendidikan guru di tingkat pendidikan tinggi (IKIP) juga suatu upaya yang cukup baik untuk membuat kandidat guru dapat mempunyai gelar Sarjana.
Tetapi perubahan IKIP menjadi Universitas adalah dampak langsung marketisasi pendidikan.  Karena tidak banyak lagi lulusan SMA yang tertarik menjadi guru dikarenakan masa depan yang tidak cerah, dan kalaupun ingin menjadi guru tak perlu melalui IKIP, sebab pada faktanya banyak guru yang lahir dari fakultas non kependidikan.  Sehingga untuk membuat pendidikan tinggi mampu bertahan dan dapat berkompetisi memperebutkan mahasiswa, langkah pengubahan bentuk PT adalah salah satu pilihan.
Sekarang dengan pelaksanaan sertifikasi guru yang menurut juklaknya akan ditangani oleh LPTK yang ditunjuk, sebenarnya membuka peluang baru bagi mantan IKIP untuk mengeruk keuntungan.  Sekitar 200 LPTK telah mendaftar dan berusaha mendapat akreditasi untuk melaksanakan program pendidikan guru yang belum memenuhi persyaratan standar tenaga kependidikan. 

BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Guru Sebagai pendidik Profesional mempunyai citra yang baik dimasyarakat apabila dapat menunjukan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi pamutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-sehari,Apakah memang ada yang patut di teladani atau tidak. Bagaimana guru meningkatkan pelayananya,meningkatkan pengetahuannya,memberi arahan dan dorongan kepada anak didiknya, dan bagaimana cara guru berpakaian dan berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa,teman-temannya serta anggota masyarakat lainnya.
Tidak sembarangan orang dapat melaksanakan tugas Profesional sebagai seorang guru. untuk menjadi guru yang baik haruslah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Syarat utama untuk menjadi seorang guru,selain berijazah dan syarat-ayarat mengenai kesehatan jasmanai dan rohani,ialah mempunyai syarat-syarat yang perlu untuk dapat memberikan pendidikan dan pembelajaran


DAFTAR PUSTAKA
Syaodih, Nana, 2005. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung:
                  PT. Remaja Rosdakarya.
Hamalik, Dr. Oemar, 2007. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung:
                  PT. Remaja Rosdakarya.
Herry, Asep. (2007). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta :
                  Universitas  Terbuka.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar